Jurnal Masyarakat dan Kebudayaan Sekolah



MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN SEKOLAH
Esa Ayu Cahyaningtyas
Mahasiswa Semester 2K PAI FTIK
IAIN TULUNGAGUNG
Jl. Mayor Sujadi Timur 46 Tulungagung, Jawa Timur

Abstrak: Penelitian ini merupakan salah satu tugas matakuliah Sosiologi Pendidikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguraikan budaya-budaya di sekolah yang memberi pengaruh pada masyarakat luas. Metode yang digunakan dalam penulisan studi ini adalah kepustakaan. Data primer diperoleh dari pembacaan buku-buku. Kajian dilakukan pada bulan Februari 2016 dengan melibatkan teman satu kelompok dari jurusan Pendidikan Agama Islam. Berdasarkan hasil pemikiran terhadap beberapa literasi dapat disimpulkan bahwa: 1) Kebudayaan adalah suatu hasil ciptaan dari pola hidup bersama yang berlangsung berabad-abad dan hasil tersebut dengan sengaja atau tidak. 2) Kebudayaan sekolah ialah kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk di lingkungan sekolah yang bertujuan untuk mengembangkan pola kelakuan tertentu yang diharapkan oleh masyarakat. 3) Kebudayaan sekolah memiliki beberapa unsur-unsur penting. 4) Karakteristik peran kultur sekolah berdasarkan sifatnya dapat dibedakan menjadi tiga. 5) Partisipasi  masyarakat  pada  pendidikan  nasional  bisa  kita rujukan pada UU Sisdiknas 2003 pasal 56. 5) Partisipasi adalah proses aktif dan inisiatif yang muncul dari masyarakat serta akan  terwujud  sebagai suatu  kegiatan  nyata.
Kata Kunci: Budaya, kebudayaan sekolah, masyarakat
Abstrac: This study is one of the tasks subjects Sociology of Education. The purpose of this study was to describe the cultures of the schools that make an impact on society at large. The method used in the writing of this study is literature. Primary data obtained from reading books. The study was conducted in February 2016 with the involvement of a group of friends of the Islamic Education Department. Based on the ideas of the multiple literacy can be concluded that: 1) Culture is a creation of the pattern of living together that lasted centuries and the results are intentionally or not. 2) Culture school was established habits in the school environment that aims to develop a particular pattern of behavior expected by society. 3) Culture school has several important elements. 4) Characteristics of the role of school culture by its nature can be divided into three. 5) Community participation in national education can we reference the Education Law 2003 Article 56. 5) Participation is an active process and initiatives that emerged from the community and will be realized as a real activity.
Keyword: Culture, culture school, community
Pendahuluan
Hubungan antara individu bukan sepihak melainkan timbal balik. Kebudayaan mempengaruhi individu dengan berbagai cara akan tetapi individu juga mempengaruhi kebudayaan sehingga terjadi perubahan sosial. Kebudayaan dapat dipandang sebagai cara- cara mengatasi masalah yang dihadapi. Ada masalah yang universal seperti memenuhi kebutuhan biologis, namun tiap - tiap masyarakat memilih solusi yang dianggap paling sesuai sehingga tidak ada kesamaan kebudayaan antara satu masyarakat satu dengan masyarakat yang lain.
Secara singkat pendidikan merupakan produk dari masyarakat. Pendidikan tidak lain merupakan proses transmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan dan aspek-aspek perilaku lainnya kepada generasi ke generasi. Dengan pengertian seperti itu, sebenarnya upaya tersebut sudah dilakukan sepenuhnya oleh kekuatan-kekuatan masyarakat. Hampir segala sesuatu yang kita pelajari adalah sebagai hasil dari hubungan kita dengan orang lain, baik di rumah, sekolah, tempat permainan, pekerjaan dan sebagainya. Segala sesuatu yang kita ketahui ternyata adalah hasil hubungan timbal balik yang telah sedemikian rupa dibentuk oleh masyarakat di sekitar kita ( S. Nasution, 2009).
Timbulnya sub-Kebudayaan sekolah juga terjadi oleh sebab sebagian yang cukup besar dari waktu murid terpisah dari kehidupan orang dewasa. Dalam situasi serupa ini dapat berkembang pola kelakuan yang khas bagi anak muda yang tampak dari pakaian, bahasa, kebiasaan kegiatan-kegiatan serta upacara-upacara.sebab lain timbulnya kebudayaan sekolah ialah tugas sekolah yang khas yakni mendidik anak dengan menyampaikan sejumlah pengetahuan, sikap, terampilan yang sesuai dengan kurikulum dengan metode dan teknik control tertentu yang berlaku disekolah itu.
Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan studi ini adalah kepustakaan. Data primer diperoleh dari pembacaan buku-buku mutakhir. Kajian dilakukan pada bulan Februari 2016 dengan melibatkan teman satu kelompok dari jurusan pendidikan agama Islam. Pada tahap awal, penulis berupaya mengumpulkan materi dari berbagai buku dan e-book  tentang sosilogi kemudian disusun dalam bentuk naskah teks yang siap dibahas bersama anggota kelompok. Berdasarkan hasil diskusi dan berbagai masukan, kemudian naskah kajian diperbaiki, untuk dibahas pada diskusi tahap kedua. Hasil akhir diskusi kedua naskah kajian difinalisasi dan siap dipublikasikan dalam sekala yang lebih luas.

Hasil Kajian dan Pembahasan
Pengertian Kebudayaan Sekolah
Dalam kamus lengkap bahasa Indonesia, kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan akal budi manusia. Kebudayaan (cultuur dalam bahasa belanda), (culture dalam bahasa inggris), berasal dari bahasa latin “colere” yang berarti mengolah ,mengerjakan, menyuburkan dan mengemban, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari segi arti ini maka  berkembanglah arti culture yang berarti  “segala daya dan aktivitas manusia untuk mengubah alam”. Sedangkan dari sudut  bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta “buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal.
Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, rasa dan karsa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta rasa dan karsa tersebut. Kebudayaan sendiri berarti keseluruhan yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenangan, social, hukum, adat istiadat, dan kemampuan lain seperti kebiasaan-kebiasaan yang diadakan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. ( Abu Ahmadi, 1991:58)
Ahli sosiologi mengartikan kebudayaan dengan keseluruhan kecakapan (adat, akhlak, kesenian, ilmu dan lain-lain). Sedang ahli sejarah mengartikan kebudayaan sebagai warisan atau tradisi. Bahkan ahli Antropologi melihat kebudayaan sebagai tata hidup, way of life, dan kelakuan. Sedangkan pendapat lain menyatakan budaya adalah sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk berupa budi daya, yang berarti daya dari budi yang berupa cipta, rasa dan karsa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa, karsa dan benda-benda hasil karya manusia  (Binti Maunah, 2016:94).
Sedangkan yang dimaksud dengan Kebudayaan Sekolah ialah tugas sekolah yang khas yakni mendidik anak dengan menyampaikan sejumlah pengetahuan, sikap, terampilan yang sesuai dengan kurikulum dengan metode dan teknik control tertentu yang berlaku disekolah itu. Budaya sekolah juga merupakan kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma, ritual, mitos yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah yang dipegang bersama oleh kepala sekolah, guru, staf administrasi, dan siswa sebagai dasar mereka dalam memahami dan memecahkan berbagai persoalan yang muncul di sekolah( Zamroni, 2003:149).
Walaupun kebudayaan sekolah merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat luas. Namun mempunyai cirri-ciri yang khas. Sekolah bertugas untuk menyampaikan kebudayaan kepada generasi baru dan harus selalu memperhatikan masyarakat dan kebudayaan umum. Akan tetapi disekolah itu sendiri timbul pola-pola kelakuan tertentu. Ini mungkin sekolah mempunyai kedudukan yang agak terpisah dari arus umum kebudayaan.
Sebagaimana halnya dengan keluarga dan institusi social lainya sekolah merupakan salah satu institusi sosial yang mempengaruhi proses sosialisasi dan berfungsi mewariskan kebudayaan masyarakat kepada anak. Sekolah merupakan suatu system sosial yang mempunyai organisasi yang unik dan pola relasi diantara para anggotanya yang bersifat unik, hal ini dikarenakan tiap-tiap sekolah memiliki aturan tata tertib , kebiasaan, upacara-upacara, mars/hymne sekolah,pakaian seragam dan lambang-lambang yang lain yang memberikan corak khas kepada sekolah yang bersangkutan.
Timbulnya sub-Kebudayaan sekolah juga terjadi oleh sebab sebagian yang cukup besar dari waktu murid terpisah dari kehidupan orang dewasa. Dalam situasi serupa ini dapat berkembang pola kelakuan yang khas bagi anak muda yang tampak dari pakaian, bahasa, kebiasaan kegiatan-kegiatan serta upacara-upacara.sebab lain timbulnya kebudayaan sekolah ialah tugas sekolah yang khas yakni mendidik anak dengan menyampaikan sejumlah pengetahuan, sikap, terampilan yang sesuai dengan kurikulum dengan metode dan teknik control tertentu yang berlaku disekolah itu ( S. Nasution, 2009:65).

Unsur-Unsur Kebudayaan Sekolah
Kebudayaan sekolah memiliki beberapa unsur-unsur penting:
1.      Letak lingkungan dan prasarana fisik sekolah (gedung sekolah dan perlengkapan  lainnya).
2.      Kurikulum sekolah yang memuat gagasan –gagasan maupun fakta-fakta yang menjadi keseluruhan program pendidikan.
3.      Pribadi-pribadi  yang merupakan warga sekolah yang terdiri atas guru-guru, siswa, tenaga administrasi, tata usaha, dan non teaching specialist.
4.      Nilai-nilai dan norma, sistem peraturan, dan iklim kehidupan sekolah (S. Nasution, 2009:65)
Unsur-unsur budaya sekolah  jika ditinjau dari usaha peningkatan kualitas pendidikan sebagai berikut :
a.       Kultur sekolah yang  positif
Kultur sekolah yang positif adalah kegiatan-kegiatan yang mendukung    peningkatan kualitas pendidikan, misalnya kerjasama dalam mencapai prestasi, penghargaan terhadap prestasi, dan komitmen terhadap belajar.
b.      Kultur sekolah yang negative
Kultur sekolah yang negatif adalah kultur yang kontra terhadap peningkatan mutu pendidikan. Artinya resisten terhadap perubahan, misalnya dapat berupa: siswa takut salah, siswa takut bertanya, dan siswa jarang melakukan kerja sama dalam memecahkan masalah.
c.       Kultur sekolah yang netral
Yaitu kultur yang tidak berfokus pada satu sisi namun dapat memberikan konstribusi positif tehadap perkembangan peningkatan mutu pendidikan. Hal ini bisa berupa arisan keluarga sekolah, seragam guru, seragam siswa dan lain-lain (Djemari Mardapi, 2003:28)
Hedley Beare mendeskripsikan unsur-unsur budaya sekolah dalam dua kategori:
1.      Unsur  yang tidak kasat mata
Unsur yang tidak kasat mata adalah filsafat atau pandangan dasar sekolah mengenai kenyataan yang luas, makna hidup atau yang di anggap penting dan harus diperjuangkan oleh sekolah. Dan itu harus dinyatakan secara konseptual dalam rumusan visi, misi, tujuan dan sasaran yang lebih kongkrit yang akan di capai oleh sekolah.
2.       Unsur yang kasat  mata dapat termenifestasi secara konseptual  meliputi :
         visi,misi, tujuan dan sasaran,
         kurikulum,
         bahasa komunikasi,
         narasi sekolah, dan narasi tokoh-tokoh,
         struktur organisasi
         ritual, dan  upacara,
         prosedur belajar mengajar,
         peraturan sistem ganjaran/ hukuman,
         layanan psikologi sosial,
         pola interaksi sekolah dengan orang tua, masyarakat dan yang meteriil dapat berupa : fasilitas dan peralatan, artifiak dan tanda kenangan serta pakaian seragam (sumber: http://blog.umy.ac.id/wiwinsundari/2011/11/09/budaya-sekolah-school-culture/).

Hubungan Kebudayaan Sekolah dengan Masyarakat
Dalam terminologi kebudayaan, pendidikan yang berwujud dalam bentuk lembaga atau instansi sekolah dapat dianggap sebagai pranata sosial yang di dalamnya berlangsung kegiatan tertentu yaitu interaksi antara pendidik dan peserta didik sehingga mewujudkan suatu sistem nilai atau keyakinan, norma juga kebiasaan yang di pegang bersama.
Pendidikan sendiri adalah suatu proses budaya. Namun nilai-nilai yang mana yang seharusnya dikembangkan atau dibudayakan dalam proses pendidikan yang berkualitas. Dengan demikian sekolah menjadi tempat dalam mensosialisasikan nilai-nilai budaya yang tidak hanya terbatas pada nilai-nilai keilmuan saja, melainkan semua nilai-nilai kehidupan yang memungkinkan mampu mewujudkan manusia yang berbudaya.
karakteristik peran kultur sekolah berdasarkan sifatnya dapat dibedakan menjadi tiga yakni :
a.       Bernilai Strategis
Adalah kultur yang dapat berimbas dalam kehidupan sekolah secara dinamis. Misalnya memberi peluang pada warga sekolah untuk bekerja secara efisien, disiplin dan tertib. Kultur sekolah merupakan milik kolektif bukan milik perorangan, sehingga budaya sekolah dapat dikembangkan dan dilakukan oleh semua warga sekolah.
b.      Memiliki Daya Ungkit
Kultur yang memliki daya gerak akan mendorong semua warga sekolah untuk berprestasi, sehingga kerja guru dan semangat belajar siswa akan tumbuh bilamana dipacu dan di dorong, dengan dukungan budaya yang memiliki daya ungkit yang tinggi. Misalnya kinerja sekolah dapat meningkat jika disertai dengan imbalan yang pantas, penghargaan yang cukup, dan proporsi tugas yang seimbang. Begitu juga dengan siswa akan meningkat semangat belajranya, bila mereka diberi penghargaan yang memadai, pelayanan yang prima, serta didukung dengan sarana yang memadai.
c.       Berpeluang Sukses
Budaya yang berpeluang sukses adalah budaya yang memiliki daya gerak yang tinggi. Hal ini sangat penting untuk menumbuhkan rasa keberhasilan dan rasa mampu  untuk melaksanakan tugas dengan baik. Misalnya budaya gemar membaca. Budaya membaca di kalangan siswa akan dapat mendorong mereka untuk banyak tahui tentang berbagai macam persoalan yang mereka pelajari di lingkungan sekolah. Demikian juga bagi guru mereka semakin banyak pengetahuan yang diperolah, tingkat pemahaman semakin luas, semua ini dapat berlangsung jika disertai dengan kesadaran, bahwa mutu/ kualitas yang akan menentukan keberhasilan seseorang.
Dengan berpijak pada karakteristik diatas, maka di dapatkan peran kultur sekolah adalah untuk memperbaiki kinerja sekolah, membangun komitmen warga sekolah, serta membuat suasana kekeluargaan, kolaborasi, ketahanan belajar, semangat terus maju, dorongan bekerja keras dan tidak mudah mengeluh dan suasana batin yang menyenangkan di antara warga sekolah (sumber: http://kikyuno.blogspot.com/2012/05/makalah-budaya-sekolah.html)
Partisipasi  masyarakat dalam  pembangunan pada  umumnya dimulai dari tahap pembuatan keputusan, penerapan keputusan, penikmat hasil, dan evaluasi kegiatan. (Cohen dan Uphoff,1980). Secara lebih rinci, partisipasi dalam pembangunan, baik dalam bentuk pernyataan mengikuti kegiatan, memberi  masukan  berupa pemikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal, dana atau materi, serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil.
Partisipasi  masyarakat  pada  pendidikan  nasional  bisa  kita rujukan pada UU Sisdiknas 2003 pasal 56 terkait pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah / madrasah, yang  perincian dan jabarannya dijelaskan dengan ayat 1 samapai 4, yaitu sebagai berikut :
1.    Masyarakat berperan dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komitesekolah /madrasah.
2.    Dewan pendidikan  sebagai  lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan  pertimbangan, arahan, dan dukungan  tenaga,  sarana dan  prasarana, serta pengawasan pendidikan  pada tingkat nasional, provinsi, kabupaten/ kota yang tidak mempunyai hubungan herarkis.
3.    Komite sekolah/ madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan  tenaga,  sarana dan  prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
4.    Ketentuan mengenai pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah/ madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Selama ini, penyelenggaraan partisipasi msyarakat di Indonesia dalam kenyataannya masih terbatas pada  keikutsertaan  anggota  masyarakat dalam implementasi atau penerapan program-program pembangunan.
Kegiatan partisipasi  masyarakat  masih  lebih  dipahami  sebagai  upaya mobilisasi untuk kepentingan pemerintah atau negara. Dalam implementasi partisipasi masyarakat seharusnya anggota masyarakat merasa bahwa tidak hanya menjadi obyek dari kebijakan pemerintahan, tetapi harus dapat mewakili masyarakat itu sendiri sesuai dengan kepentingan mereka.
Cara untuk menyalurkan partisipasi masyarakat dapat diciptakan dengan berbagai variasi cara sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah atau komunitas tempat masyarakat dan lembaga pendidikan tersebut berada. Kondisi ini menuntut kesigapan para pemegang kebijakan dan manajer pendidikan untuk mendistribusi peran dan  kekuasaannya agar bisa menmpung sumbangan partisipasi masyarakat.
Partisipasi adalah proses aktif dan inisiatif yang muncul dari masyarakat serta akan  terwujud  sebagai suatu  kegiatan  nyata apabilah terpenuhi oleh 3 faktor  pendukung,  yaitu : (1) adanya  kemauan, (2) adanya kemampuan, (3) adanya kesempatan untuk berpartisipasi. (Slamet, 1992).
Kesimpulan
1)      Kebudayaan adalah suatu hasil ciptaan dari pola hidup bersama yang berlangsung berabad-abad dan hasil tersebut dengan sengaja atau tidak, sesungguhnya ada dalam masyarakat sehingga hal tersebut menjadikan seorang individu mempunyai kebiasaan dan pola pikir sesuai dengan budaya yang dianut.
2)      Kebudayaan sekolah ialah kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk di lingkungan sekolah yang bertujuan untuk mengembangkan pola kelakuan tertentu yang diharapkan oleh masyarakat.
3)      Kebudayaan sekolah memiliki beberapa unsur-unsur penting yaitu; Prasarana fisik sekolah, kurikulum sekolah, warga sekolah dan peraturan yang ada dalam sekolah tersebut. Sedangkan unsur-unsur budaya sekolah  jika ditinjau dari usaha peningkatan kualitas pendidikan sebagai berikut; kultur sekolah positif, kultur sekolah negative dan kultur sekolah netral.
4)      Karakteristik peran kultur sekolah berdasarkan sifatnya dapat dibedakan menjadi tiga yakni: 1. Bernilai Strategis, 2. Memiliki Daya Ungkit. 3. Berpeluang Sukses.
5)      Partisipasi  masyarakat  pada  pendidikan  nasional  bisa  kita rujukan pada UU Sisdiknas 2003 pasal 56 terkait pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah / madrasah, yang  perincian dan jabarannya dijelaskan dengan ayat 1 sampai 4.
6)      Partisipasi adalah proses aktif dan inisiatif yang muncul dari masyarakat serta akan  terwujud  sebagai suatu  kegiatan  nyata apabilah terpenuhi oleh 3 faktor  pendukung,  yaitu : (1) adanya  kemauan, (2) adanya kemampuan, (3) adanya kesempatan untuk berpartisipasi.
Daftar Rujukan
Ahmadi, Abu. 1991 Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka cipta.
Cohen, John M. dan Normat T. Uphoff, 1980, Participation’s Place in Rural Development: seeking Clarity trough Specificity dalam World Development.
Mardapi, Djemari. 2003. Pola Induk Sistem Pengujian Hasil KBM Berbasis Kemampuan Dasar SMU: Pedoman Umum Jakarta: Dirjen Dikdasmen, Direktorat Dikmenum, Dalam
Maunah, Binti. 2016 Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta; Kalimedia.
Nasution, S. 2009. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Akasara.
Slamet, 1992, Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi, Surakarta: UNS Press.
Zamroni, 2003. Paradigma Pendidikan Masa Depan Yogyakarta: Bigraf Publishing.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tafsir Al-An'am ayat 105, Al-A'raf ayat 169, dan Saba' ayat 44